Kapolda NTT Fasilitasi Dialog Buruh, Serap Aspirasi di Momen Mayday

Dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional atau Mayday, Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Kapolda NTT), Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga, S.H., M.A., menggelar dialog terbuka bersama berbagai elemen serikat dan simpul buruh di Lapangan Polda NTT, Kamis (1/5/2025).
Dialog yang berlangsung dalam suasana terbuka itu difasilitasi langsung oleh Polda NTT dengan mendirikan sejumlah tenda untuk memberikan ruang diskusi yang nyaman bagi para buruh.
Kegiatan ini dihadiri Wakapolda NTT Brigjen Pol. Awi Setiyono, S.I.K., M.Hum., Irwasda Polda NTT Kombes Pol. Murry Mirranda, S.I.K., M.H., para pejabat utama Polda, Kapolresta Kupang Kota Kombes Pol Aldinan RJH Manurung, S.H., S.I.K., M.H., serta unsur Forkopimda dan kepala dinas terkait.
Turut hadir dalam dialog tersebut para perwakilan buruh dari berbagai organisasi seperti Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) yang dipimpin Daud Mboeik, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Stanis Tefa, perwakilan dari Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), serta Ketua Apindo, Bobby Pitoby.
Kapolda NTT dalam sambutannya menegaskan bahwa pihaknya sengaja memfasilitasi peringatan Mayday dalam bentuk dialog agar para pekerja tidak perlu turun ke jalan.
"Kami sambut serikat pekerja secara baik untuk kita berdialog," ujar Kapolda.
Kapolda juga menuturkan bahwa kegiatan ini diadakan bertujuan untuk memfasilitasi para buruh untuk bisa berdiskusi dengan bersama instansi terkait apa yang menjadi kekurangan sebelumnya.
"Kiranya pertemuan hari ini dapat menjadi berkat yang luar biasa bagi kita semua. Semoga pertemuan hari ini dapat menyelesaikan segala persoalan yang telah lalu", tuturnya.
"Prinsip hidup di dunia adalah dapat mengecilkan yang besar, meniadakan yang kecil dan mengobati yang luka", tambahnya .
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh para buruh untuk menyuarakan berbagai persoalan yang mereka alami. Wely H dari KSBSI mengapresiasi pendekatan dialogis yang dilakukan oleh Kapolda.
"Tahun ini sangat istimewa karena kami diterima dengan elegan dan dikawal dengan baik," ujarnya. Namun, ia juga menyayangkan absennya Gubernur NTT, Ketua DPRD, Wali Kota Kupang, dan pimpinan DPRD Kota.
Keluhan utama yang disuarakan antara lain terkait pemutusan hubungan kerja (PHK), ketidakjelasan status tenaga kerja kontrak, hingga hak-hak buruh yang tidak dibayarkan.
Viktor Sailama, mantan karyawan Angkasa Pura Kupang, mengaku di-PHK karena sakit meskipun telah memiliki surat keterangan medis. Hal senada disampaikan oleh Wempi Taloin dari PT NCL Kupang yang merasa dipecat karena aktif di serikat buruh.
Masalah lain diungkapkan oleh perwakilan sopir taksi pelabuhan Tenau Kupang, Yonatan Tule dan Jibraim Mafo.
Mereka mengeluhkan stigma negatif terhadap sopir taksi pelabuhan yang kerap dianggap memeras penumpang. Mereka berharap bisa mendapatkan status resmi dan memiliki pangkalan tetap untuk menghindari praktik liar dari oknum calo.
Yanto Nailailiu dari PT Timor Otsuki Mutiara (TOM) Kupang mengangkat masalah pencurian mutiara di kawasan perusahaan yang dikhawatirkan bisa memicu penutupan dan berdampak pada nasib karyawan.
Sementara itu, Nikolas Nulik yang pernah menjadi staf administrasi di DPD RI Perwakilan NTT mengeluhkan hak-haknya yang tidak dibayarkan sejak 2009. Ironisnya, saat ia meminta klarifikasi, ia justru dilaporkan ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik.
Tak hanya itu, Paul, perwakilan tenaga kependidikan honorer SD dan SMP Kota Kupang, menyoroti diskriminasi dalam proses seleksi PPPK. Ia menyebut sekitar 300 tenaga honorer dinyatakan tidak memenuhi syarat tanpa alasan yang jelas. Dialog ini mencerminkan semangat keterbukaan antara aparat keamanan dan masyarakat pekerja di NTT. Meski demikian, harapan besar tertuju pada pemerintah daerah dan responsif terhadap aspirasi para buruh.